Selasa, 03 Maret 2015

Pulau Moyo dan Satonda, Cerita yang takan pernah Terlupakan

Perjalanan ke Sumbawa masih akan terus berlanjut, tapi suasana hari ini terasa begitu gamang, berbagai pikiran berkecamuk, mengambang menggambarkan sebuah kebimbangan yang sangat terasa dan nyata. Fahmi memutuskan untuk pulang karena Neneknya sakit, itu artinya dia tidak bisa melanjutkan perjalanan bersama kami.
Pagi kita sudah siap-siap, kali ini gw di bonceng sama Dioz sementara Fahmi sendiri bawa motornya dan ada Alan yang akan pulang ke lombok. Udara sangat dingin, berhembus memasuki pori-pori membuat suasana menjadi semakin beku, tak banyak yang di bicarakan seperti hari–hari sebelumnya, karena masing - masing masih dengan pikirannya. Akan ada yang kurang karena kita merencanakan ini semua bertiga, dan tiba-tiba harus berpisah di tengah perjalanan.
Kamipun berpisah karen beda jalur Fahmi dan Alan ke pelabuhan Poto Tano untuk menyebrang ke Lombok dan gw sama Dioz masih harus terus melaju motor ke Sumbawa Besar.
Waktu yang di tempuh dari Malluk sampai Sumbawa besar adalah lima jam, itu artinya gw harus nangkring sekitar lima jam di atas motor, kebayang dong bokong gw yang seksi bakalan tepos ambles dalem jok karena kelamaan duduk. Melewati pelabuhan Poto Tano gw terus menyisir pantai, ya!! sepertinya gw sedang mengelilingi Sumbawa. Jalan yang mulus namun berkelok lumayan buat gw gak tenang apalagi banyak mobil-mobil truk yang lewat. Beberapa kali kita berhenti di pinggir jalan untuk beristirahat, dan gw minta ke Dioz supaya gw yang bawa motornya, tapi dia gak mau. Alasannya dia ngantuk kalo di boncengin, dan kaki nya sakit kalo diem gara - gara jatuh kemarin di Mantar, gw antara tega dan tidak membiarkan Dioz yang terus membawa motornya sampai Sumbawa Besar.
Bang Jhony, Dioz, Fajar dan Gw
Sampai di Sumbawa Besar jam 11.00, gw berusaha menghubungi Bang Jhony. Dia yang akan menemani petualangan kita ke Moyo dan Satonda, belum pernah bertatap muka apalagi bertatap mata membuat gw harus menerka-nerka dimanakah gerangan Bang Jhony bersembunyi (kira lagi maen petak umpet kali), akhirnya dengan sekenario yang sangat apik dan dengan aba-aba yang membingungkan ketemulah sama Bang Jhony. Gw sama Dioz sempet syok pertama kali liat Bang Jhony, asli kita gak nyangka kalau orang nya bakalan uyeee banget. Rambut gondrong cokelat seperti lama terpapar matahari, kulit hitam gelap seperti terbakar matahari, badan kecil tapi keker berasa kaya samson. Gw ampe keder liatnya, gw ngebayangin kaya preman-preman di terminal tapi ini lebih serem, tapi entah kenapa kita berfikiran bakalan aman kalo sama Bang Jhony secara keliatan anak pantai bangeet.
Gw mampir ke rumahnya Bang Jhony, ngobrol-ngobrol bagaimana tentang trip ini, ternyata Bang Jhony orang nya baik banget, eh gak ding baik buangeet, hmmm mungkin pas nya buaaiikkk buuangeeeet #muncrat, berbanding terbalik dengan penampilannya yang sangar haha.
Saat itu tetangga Bang Jhony lagi ada hajatan. Sebenarnya dia gak enak kalo harus pergi, maka di buatlah sekenario kalo dia harus pamit, karena mau nemenin kita jadi gak bisa bantu-bantu di tetangganya. Lah dalaaaahhh maksud cuma pamit doang kenapa pula gw sama Dioz di suruh makan di hajatan, mana kita gak sedia amplop pula, terus di paksa, jadi mau gak mau ya kita makan, sialnya lagi kenapa kita makan di depan kardus yang isinya amplop haha. Selesai makan gw melipir tampan sekalian pamit dan memberikan senyum termanis yang gw punya, karena gw gak punya amplop.

Under Water di Pulau Moyo
Semua perlengkapan sudah siap, sore itu juga kita berangkat ke pelabuhan desa Ayi Bari, gw pikir deket aja ternyata jauh pemirsa, Satu jam kira nya waktu yg di tempuh untuk sampai ke desa Ayi Bari. Bertemulah gw sama Pak Min sang nahkoda yang akan membawa kita mengarungi laut Flores. Karena ada kendala masalah bensin akhirnya sore itu gw, Dioz sama Bang jhony di antar oleh Pak Min ke Tanjung Pasir pulau Moyo, kemudian Pak Min akan kembali lagi sama temen nya Bang Jhony yang mau ikut juga. Dia magrib baru nyampe Sumbawa flight dari Denpasar, lebih tepatnya teman kerja. Sebenernya Bang Jhony ada kerjaan tapi demi nemenin kita dia tunda dulu kerjaan nya, aahhh sok sweet banget kan, jadi gak salah dong gw bilang kalo Bang Jhony ini buuaaaiiikk bangeett.
Sampai di Tanjung Pasir pulau Moyo, kita langsung membuat bivac alakadarnya dan mencari kayu, selesai itu langsung snorkling ria, yuhh disini masih alami banget jadi underwaternya keren, tiger fish juga banyak. Gw betah lama-lama cuma lumayan capek. Sore itu di tutup dengan memandang matahari yang tenggelam di ufuk barat, semburat jingga terpantul di atas laut, sangat syahdu dan indah.
Malamnya kita berburu ikan pari di pantai, disini banyak ikan pari yang berkamuflase dengan pasir, beberapa kali di panah tapi tidak kena, dapetnya malah ikan dan cumi, yuhu yummy lumayan deh. Pak Min sama Mas Fajar dateng, dan kitapun langsung makan malam, masakan istrinya Bang Jhony yang yummmy dan enak banget. Malam itu Dioz, Bang Jhony dan Fajar mancing gw cuma nemenin aja gak hobi soalnya hehe. Dan akhirnya gw Pak Min dan Dioz tidur di atas pasir pantai ditemani hembusan angin dan lantunan ombak. Sementara Bang Jhony dan Fajar masih asik mancing, gw beberapa kali bangun dan menghampiri mereka, tidur gw gak nyenyak karena dingin banget.
Paginya setelah beres - beres dan packing semua perlengkapan kita mulai berlayar (padahal Pake mesin bukan Pake layar), tujuan kita adalah Pulau Satonda. Perahu terombang ambing ombak yang tinggi dan angin yang kencang, perjalanan ini perahu harus mengelilingi Pulau Moyo karena tak berani langsung ke tengah, karena gelombang sedang tinggi. Berasa lama sekali dan kita sempat berhenti di Labuhan Haji untuk bakar ikan dan makan siang, lanjut lagi perjalanan kurang lebih 4 jam akhirnya daratan Satonda terlihat dan perahupun menepi. Di pulau ini ada resort - resort dalam tahap pembangunan
Sunset di Pulau Satonda
Baru nyampe gw milih untuk snorkling lagi, waaww di sini karang - karang nya emeziiing Banget, indah dan banyak ikan-ikan. Dan sore itu pun di tutup dengan atraksi sunset yang sangat memukai di pulau Satonda.
Under Water Satonda
Malamnya rencana kita mau mancing, tapi Pak Min melihat langit dan kemudian dia bilang akan hujan, wuiihh sakti deh Pak Min ini haha. Benar saja saat kita menikmati makan malam yang sangat lezat dan nikmat hujan pun turun walau tidak deras.
Beberapa menit kemudian ada suara tapi tak nampak wujudnya, gw kaget, semua kaget dan tetiba muncul sesosok manusia yang belum kita kenal ( kan belum kenalan ),baru gw tau namanya Mas Budi, dia sendiri aja. Dia cerita kalo dia dari Rinjani dan Tambora kemudian nyebrang ke Satonda. Wuiiihhh gw langsung nganga aja dengernya apalagi Rinjani, secara gw belum kesampean mau ke Rinjani, terjadilah percakapan tentang Rinjani. Malam itu Dioz, Fajar, Mas Budi, Bang Jhony mancing di dermaga gw mah di saung aja sama Pak Min. Ujannya tambah deres dan gw berusaha tidur tapi dingiiiiin banget, angin berasa gak capek terus-terusan berhembus masuk ke pori-pori membuat gw pengen tidur, capek, ngantuk, tapi susah merem.
Pagi itu badan bentol-bentol gara-gara serangga ganas, tapi tak menyurutkan keinginan gw untuk treking ke atas danau Mito'i, yah di tengah-tengah pulau ada danau air asin, gak tau deh sumbernya dari mana, udah di teliti dari peneliti Perancis, Amerika, Inggris katanya tidak menemukan celah atau lubang tempat air masuk ke danau dari laut. Gw tanya- tanya sama penjaganya sih bilang nya dulu pulau Satonda sama pulau - pulau lain nya nyatu, tapi gara - gara Tambora meletus ratusan tahun yang lalu terpecah jadi pulau – pulau, dan ada air yg masuk gara - gara ada gelombang di laut. Anehnya air itu gak pernah surut sampe sekarang, itu sih berdasarkan cerita yah.
View dari atas Danau MIto'i
 Pemandangan di atas danau lumayan bagus, enak buat pacaran di bawah pohon sambil liat danau, tapi sayangnya gw sama Mas Budi belum mengikrarkan kalau kita pacaran #tolong abaikan. Jadi abis puas foto-foto turun lagi, sementara yang lain baru pada datang abis mancing dan liat foto-foto kita ngiri dan mereka foto-foto juga di atas.
Gw sih milih snorkling lagi, yuhuuuuu gak bakal pernah bosen deh sumpah, pemandangan nya ajiiiib banget. Pagi itu laut surut perahu kitapun karam, info Pak Min nunggu air pasang baru kita kembali ke Moyo. Jadi gw puas - puasin buat snorkling sampe makin siang makin banyak bule-bule yang berdatangan, gw kalah jumlah dan akhirnya milih istirahat di Saung.
Jam 15.00 air sudah pasang dan kita langsung dadah-dadah sama pulau Satonda, kalo Mas Budi dia di jemput sama perahu yang antar dia ke Satonda.
Bang Jhony manah ikan
Gw pikir perjalanan bakal mulus - mulus saja, ternyata itu cuma pikiran gw, nyatanya di tengah - tengah laut munculah badai, gelombang tinggi dan angin kencang. Perhau terombang ambing tak mampu melanjutkan perjalanan, kembalipun tak bisa, tidak ada pulau terdekat yg bisa di singgahi. Jangkarpun di lempar itu artinya kita harus menunggu badai reda di tengah - tengah laut, yah di tengah laut, suasana berubah menjadi mencekam.
Di tengah-tengah laut, tidak ada pelampung, angin kencang, gelombang tinggi seolah kapan saja siap menerkam perahu ini kapan pun. Sementara di ujung perahu Dioz merasa girang dengan datangnya ombak, itu pun tidak lama karena kemudian dia ke badan perahu dan merebahkan badan. Posisi gw tak sedikitpun berubah dari posisi tidur, kaki di tekuk agar pas di lambung perahu, mata gw tutup pake handuk karena tak mampu melihat tingginya gelombang, walau sesekali gw ngintip dan sepertinya kondisi ini akan berlangsung lama.
Langit terang perlahan meredup, menyiratkan warna jingga yang kemudian menjadi kelam, langit semakin gelap dan gw masih terombang ambing ganasnya laut Flores. Perlahan gw buka handuk yang menutupi mata, gw lihat bintang begitu indah bertebaran, sementara air masih menderu dan angin masih tetap setia menemani.
Saat seperti ini tiba-tiba pikiran kematian muncul, apa gw bakal mati di sini, tenggelam di telan ganasnya laut Flores? gak ada orang yang tau, gak ada yang bawa mayat gw ke rumah?. Perlahan air mata meleleh, berkelebat bayangan orang-orang yang gw cintai, orang tua gw, sodara gw, bayangan wajahnya muncul bergantian membuat malam itu semakin kelam.
Malam semakin larut, tak ada tanda - tanda gelombang akan mereda, kepala gw berasa pusing, perut sakit melilit mungkin gara - gara belum makan hanya sempat sarapan, baju gw basah kena air laut yang masuk ke perahu. Gw berusaha Bangun dan duduk tapi kepala semakin pusing dan mual, gw muntah tapi tak ada yang bisa di keluarkan dari perut. Gw memilih untuk kembali rebah dan tidur dan berharap besok ketika bangun gw lagi berada di kamar dengan kasur yang empuk.
Gw kebangun mendengar suara gaduh Pak Min dan Bang Jhony, gw melihat dan mendengar ada kepanikan tapi untung nya mereka berbicara dengan bahasa Sumbawa, jadi gw gak ngerti dan gak tambah parno. Gw lihat Pak Min berusah menghidupkan mesin perahu tapi gak bisa, gw curiga gara - gara kena air laut jadi mesin gak bisa nyala, Pak Min mengganti busi dan masih tetep gak bisa nyala.
Mampus pikir gw, udah di tengah-tengah laut, gak ada pelampung, ombak gede, mesin mati pula, lengkap.
Setelah di usahakan berkali-kali akhirmya mesin hidup, gw jadi sedikit lega, perhahu mulai jalan dan gw memilih untuk merebahkan badan kembali sampai akhirnya tiba di Labuan Haji pulau Moyo. Setelah perahu bersandar kita langsung ke perkampungan. Gw semangat soalnya kelaperan, sampe - sampe batu di jalan gw pikir tempe goreng, ampe kerikil aja hampir gw makan gara-gara gw liatnya nasi haha.
Pak Min lagi sarapan
Gw liat warung nasi itu ibarat oase di gurun, bahagia banget. Selesai makan kita memutuskan untuk ke air terjun Mata Jitu sang ikonik pulau Moyo. Di pulau Moyo ini banyak di datangi Selebriti Dunia. Bahkan Lady Diana pun pernah kesini, Maria Sarapova, David Beckham dan kawan-kawan nya juga. Dan loe orang Indonesia asli masa iya gak mau kesana?. Disini ada Resort Amanwana namanya denger-denger buat turis lokal aja lima juta untuk biyaya nginep semalem. Maygaaatt... itu semalem loh, dan apa kabar turis mancanegara?, ah yang jelas mereka semua punya banyak duit gak kaya gw yg tidur di saung dan perahu hehe.
Mahal juga ternyata ongkos ke air terjun, 100.000 per orang, itu untuk biaya ojek 75.000 dan 25.000 biaya masuk desa. Perjalanan ke air terjun 20 menit jalan nya lumayan extreme, ban motornya pun di modifikasi Pake ban motor trail.
Tak akan pernah kecewa datang ke air terjun ini, suasana yang sejuk karena rimbun nya pohon dipadu dengan air sungai yang jernih dan memantulkan kehijauan dari lumut, suara air mengalir menambah suasana semakin syahdu. Pantes aja Putri Diana betah berendem di sini, andaikan sekarang dia berendem pasti udah gw intip haha. Puas foto-foto gw langsung nyebur, beuuuhh segeer banget air nya adem dan bening betah pokok nya lama-lama. Apalah daya kita di wanti-wanti sama Pak Min supaya jangan lama-lama, takut angin barat datang dan kita tidak bisa menyebrang ke Sumbawa.
dua jam kemudian perahu kembali mengarungi laut membelah ombak, gw milih buat tidur biar cepet sampai. Satu jam kemudian samar-samar terlihat desa Ayi Bari melambai - lambai menyambut kedatangan kami. Alhamdulillah kapal bersandar dengan selamat, dan kami semua turun untuk beristirahat dan bersantai, satu jam kemudian pamit sama Pak Min dan keluarga. Gw malam ini nginep di rumah Bang Jhony sebelum besok melanjutkan perjalanan ke Malluk.
Air Terjun Mata Jitu yang Keceh Abiss
Special thanks buat Bang Jhony yang uyee abiss dan baik banget, terimakasih juga buat istrinya Bang Jhony yang baik banget, ngasih makan, Minum, ngizinin bermalam, dan ramah banget.
Terimakasih buat Pak Min sang Nahkoda handal yang sudah mau mengantarkan kita keliling pulau, denger cerita waktu mudanya yang lucu, tentang pacaran sama istrinya dulu, tentang romantis nya mereka berdua mencari ikan, tiap ngomong selalu berhasil buat gw ketawa.
Terimakaksih buat Dioz sudah melibatkan gw dalam perjalanan Sumbawa ini, dan teman - teman di Malluk yang asiik dan baik.
Sampai kapan pun gw gak bakal lupa sama kalian, gw berdoa suatu saat nanti bisa berjumpa kembali, karena gw anggap kalian adalah sodara.