Kamis, 15 Oktober 2015

Rinjani, Sebuah Keindahan yang Terpatri (part 2)


Sebelumnya silahkan baca yang part satu yah hehe... .Rinjani sebuah keindahan yang terpatri (part1)
Kala itu di Puncak Rinjani
Jam 17.00 kita sudah siap meluncur ke danau, karena nanggung magrib jadi jam 19.00 baru mulai menuruni tangga, eh bukan tangga sih tapi turunan terjal dan gelap. Dibutuhkan kehati-hatian saat menuruni tebing ini, batuan yang terjal debu yang pekat suasana gelap menjadi kombinasi yang cukup membuat gw gemeteran, kondisi fisik gw yang mulai melemah membuat perjalanan ini sangat menyiksa bagi gw, panjat memanjat batu merangkak untuk menuruni tebing, tak ada habisnya ku rasa jalan ini, sempet mau nyerah karena kondisi fisik gw sudah semakin lemah, gw cuma bisa diam membisu menahan beban kerir yang semakin berat, kaki sudah mulai perih sementara perjalanan entah kapan akan berakhir, banyak sekali jalan bercabang dan kondisi gelap membuat kita hampir saja pilih jalan yang salah dan tersesat, jam 00.00 akhirnya kita semua sampai di danau Segara Anak, langsung berdirikan tenda, selesai itu gw langsung terkapar di tenda entah apa yang lain lakukan yang jelas suara Tinae membangunkan gw untuk makan, gak ada selera makan sama sekali tapi Tinae tetep memaksa dan tiga suap rasanya sudah cukup untuk mengisi perut yang keroncongan kemudian gw tertidur lagi.
View danau Segara Anak
Badan gw terasa ngilu dan sakit saat gw bangun, gw buka pintu tenda terhampar indah danau Segara Anak dengan gunung Baru Jarinya yang mengeluarkan asap tipis dan udara dingin menusuk terasa, air jernih danau bergelombang sedikit terkena angin. Gw keluar tenda dan melihat keriuahan para pendaki dengan obrolan dan candaan serta kopi dan teh yang mengepul, seperti biasa Tinae SKSD, hasilnya? lumayan dapet susu jahe haha.
sementara Fariz, Woko, Pur dan Riza ambil air buat masak dan mereka mandi di sumber air panas gw sama Tinae sama Wakhit masak, di danau juga gw ketemu sama Rasta dan menghibahkan banyak makanan ke kita, karena mereka siang sudah mau turun lewat jalur Torean, yang di denger lewat jalur Torean cukup 4jam saja, tadinya kita tergiur untuk ikut Rasta turun lewat Torean tapi jam 11.00 mereka berangkat sementara kita gak bakal bisa jam 11.00.
Kita pun memutuskan akan lewat jalur Torean karena tergiur 4 jam nya, dan semua logistik yang ada di habiskan tapi tetep menyisakan untuk di perjalanan, entah kenapa pas ambil air gw tergelitik menanyakan sama porter masalah jalurTorean, setiap yang gw tanya gak ada yang menyarankan pake jalur itu, bilang nya porter yang belum pernah kesana gak ada yang berani soalnya jalurnya extrem dan banyak percabangan.
Fyi gaees di deket danau segar anak ini ada hotspring buat ngilangin pegel-pegel badan setelah summit, jangan tanya gw mandi apa gak pastinya lah yah soalnya udah tiga hari gak mandi, asyik seger dan badan jadi relax, selesai mandi kita langsung bongkar-bongkar tenda dan merempukan kembali mau lewat mana untuk turun, semua setuju lewat jalur Senaru alhasil kita berangkat dengan bekal seadanya yang tersisa lewat jalur Senaru yang tidak ada sumber air dan logistik tak banyak, jam 16.00 perjalanan di mulai. *dapet kabar dari Rasta lewat jalur Torean start jam 10.00 sampai desa terakhir jam 23.00 total 13 jam.
Makan di danau
Perjalanan di awali dengan berjalan di tepi danau sampai menemukan jalan menanjak, mulai dari situ jalan menanjak tak henti di lalui, kontur jalan masih di dominasi batu dan tanah membuat debu berterbangan di musim kemarau ini. Gw melempar pandangan ke belakang melihat Segara Anak yang perlahan menjauh mengagumi keindahan dan ketenangan airnya dan kemegahan gunung baru jari, tenaga sudah mulai terkuras langkah kaki semakin pendek, napas sudah tersengal dan pandangan mata sudah tidak fokus lagi, tapi perjalanan masih panjang dan gw sampe di tempat agak datar saat matahari mulai masuk peraduan peralihan dari siang ke malam yang sangat syahdu, kita memutuskan istirahat dan masak untuk makan malam tak jauh dari beberapa tenda bule yang akan bermalam.
Gelap mulai menyelimuti ketika kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, jalan yang semakin terjal memkasa kita harus lebih waspada dan mawas diri, gw sadar sesadar sadarnya kalo gw lagi menaiki tebing Gunung Rinjani, dalam hati gw cuma berdoa agar di beri keselamatan dan kelancaran, trek semakin sulit saat jalanan yang akan di lalui semakin curam, batuan yang longsor memaksa gw harus merangkak dan memanjat kepeleset sedikit saja bisa sangat fatal, gw juga denger dari porter kalau baru-baru ini ada pendaki Thailand yang meninggal karena tertimpa batu.
Sangat berat sekali gw rasa perjalanan ini, dari beberapa perjalanan yang sudah gw lewati ini paling menyiksa, *selain terombang ambing di laut flores pastinya. Malam semakin larut bintang gemintang menghiasi sepanjang perjalanan, peluh bercucuran dan beban kerir semakin berat gw rasa, semakin menanjak trek semakin curam dan terjal membuat gw hampir mati rasa. Jam 23.00 akhirnya kita sampai di Plawangan Senaru.
Mandi Air Panas
Karena tidak ada bekal kita sepakat untuk melanjutkan perjalanan sampai turun ke Senaru, prediksi jam 04.00 kita sampai gerbang Senaru, gw sempet hopless saat Fariz agak kesulitan mencari jalur turun, gw sempet bilang mending camp aja lanjut besok karena gw takut jalur yang di ambil salah dan malah tersesat, tapi Fariz meyakinkan kalau dia bisa mencari jalurnya, beberapa kali gw harus nunggu aba-aba dari Fariz jalur mana yang akan di lalui, syukur akhirnya Jalur terlihat jelas ketika kita sampai di pos terakhir jalur Senaru.
Udara dingin berhembus membuat bulu kuduk berdiri, angin seolah membisikan mantra gaib yang membuat rasa was-was dan hati berdebar kencang, Fariz meminta kita untuk merapat membuat lingkaran, mengingatkan bahwa kita akan memasuki hutan belantara Senaru, gerbangnya Rinjani dan meminta kita agar berdoa saling menjaga dan mengingatkan, tiba-tiba suasana menjadi sangat hening dan kaku, semua diam dengan pikirannnya masing-masing. gw jadi inget apa yang di bilang porter kalau jalur Senaru sangat berbahaya jika malam, porter pun tidak ada yang berani melewati jalur ini.
Trek yang dilalui tanah berpasir dan licin, jalur berkelok dan sangat berdebu, vegetasi masih di dominasi alang-alang dan pohon-pohon kecil awalnya, semakin kaki jauh melangkah suasana semakin senyap, pohon-pohon besar menjulang seolah menelan kita dalam kegelapan, akar-akar pohon yang banyak melintang dijalan memeperlambat langkah, kalau tidak hati-hati kita bisa tersangkut dan terjatuh.
Suasana semakin mencekam kerlip-kerlip cahaya dari balik dedaunan yang rimbun seolah ada yang sedang mengawasi gw, suara-suara yang terdengar seakan kita sedang jadi bahan pergunjingan, kaki sudah mulai sangat lelah, mata sudah mulai mengantuk, tanaga tinggal sisa-sisa, keseimbangan mulai terganggu, tapi harus tetap melanjutkan perjalanan.
Terjadi perdebatan sengit apakah kita harus istirahat di tengah hutan belantara karena sudah sangat lelah atau melanjutkan perjalanan. Gw lebih memilih diam, suasana di hutan itu sangat mencekam, banyak mata yang mengawasi, suara yang sangat menggusarkan hati, saat gw nulis ini dan mengingat malam itu gw langsung merinding.
Lereng  jalur dari danau ke Plawangan Senaru
Beberapakali gw harus istirahat duduk dan bahkan sampai tertidur, gw berusaha agar tidak tertidur dengan mengajak ngobrol Tinae, gw merasa sangat tidak nyaman dengan sekitar, Tinae pun merasakan hal yang sama. Gw paksa agar mata tetep terjaga sampai gw gak mampu dan terpejam, gw kaget saat Tinae membangunkan dan melihat sekitar sangat luar biasa seremnya, pengen sih lari tapi gak mungkin, gw berusaha coolingdown agar tidak panik, dalam lanjutan perjalananpun setiap istirahat dan duduk kalau gw sampe tertidur langsung terbangun gara-gara selalu melihat dan mendengar teriakan orang minta tolong, saat seperti ini rasanya ingin sekali segera melihat matahari terbit tapi waktu masih menunjukan pukul 02.10.
Dalam perjalanan turun ini gw gak berpapasan sama sekali dengan pendaki lain, apalagi ada grup lain yang menyusul atau bareng, bener-bener cuma grup gw doang, berarti bener banget apa yang di bilang porter kalau tidak ada yang lewat jalur Senaru jika sudah gelap, temen gw juga bialng gitu yang udah ke Rinjani.
Tiba-tiba langkah kita terhenti, di depan ada sesuatu warna putih yang bergerak dan seolah mendekat, kita semua panik saling merapat suasana sangat mencekam, gw melihatnya seekor kera putih, sedangkan Fariz melihatnya rusa bercahaya, dan Tinae sempat melihatnya baju putih melayang. Badan gw berasa lemes banget, muka gw tambah pucat dan tiba-tiba sesosok putih itu berubah jadi anjing di barengi dengan munculnya pendaki Bule 2 orang, fiuuuhhhh gilaaaak gw spot jantung dan hampir mau copot, dan melihat jam sudah pukul 04.00. Yang sempat membuat gw merinding juga dalam perjalanan ini saat gw senter kedepan terlihat sebuah gubuk dan ketika mendekat ternyata tidak ada gubuk di situ. Jam 04.30 akhirnya kita menemukan Pos 2 dan memutuskan untuk istirahat.
Gerbang Senaru
Pagi jam 08.00 perjalanan turun di lanjutkan, gw lari-lari tapi tetep disalip sama porter, dan jam 10,00 gw sudah sampe gerbang Senaru, hanya bisa berkata Alhamdulillah dan sangat bersyukur semua turun dengan selamat, istirahat untuk menikmati teeh hangat dan lanjut perjalanan ke parkiran mobil, karena gw akan melanjutkan perjalanan ke bandara dan flight ke Bali hari itu juga untuk melanjutkan Sailling.

4 komentar:

  1. merinding bacanya, apalagi ada di tkp yak hmmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. kamu harus kesana, kamu harus rasakan sensainya sendiri, jangan percaya kata orang haha

      Hapus
    2. next mesti coba cara lain untuk menikmati Rinjani ya bang

      Hapus
    3. tin... masih pengen sumba 😞😞

      Hapus